Friday, March 14, 2008

Dari Drilling Tower Transocean Legend

Oleh:Solo Mamma


Rig Transocean Legend
Foto: Istimewa
Siang itu. ditengah teriknya matahari membakar tubuh seorang pria bersimbah peluh dalam balutan Wearpack warna merah sedang bertengger di puncak menara bor (derrick tower). Dipinggangnya melingkar peralatan Safety Harnes (sabuk pengaman) yang diikatkan ke belakang pada terali dinding menara. Dia berada pada ketinggian sekita 35 meter dari Drill Floor. Saat itu sedang melakukan pencabutan seratus tiga puluh joint drill pipe (pipa bor) yang berdiameter 5 inchi dengan panjang lebih kurang 29 meter tiap batang. Pencabutan pipa bor berlangusung setelah sebelumnya dilakukan circulasi pada sumur bor (well drilling).


Sesekali ia mengibaskan peluh yang bercucuran di dahinya dengan tangannya yang kekar dan kasar. Setelah keseratus tiga puluh pipa bor itu berjejer rapi di pipe rack, Ia turun ke deck floor melewati tangga mongkey board. Dia memang sangat lincah memanjat dan menuruni tangga mongkey board. Pekerjaaan mencabut dan menyusun pipa sudah ditekuninya bertahun-tahun. Dia adalah Pak Aria Antajuka Derrick Man handal Rig Transocean Legend. Perkenalan saya dengannya sudah berlangsung tiga tahun sejak sama-sama bergabung dengan Rig ini pada tahun 2005 yang lalu.

Sementara di bawah Drill Floor (lantai pemboran) di dalam ruang Mud Pump Room Pak William Waroy sedang berbalutkan semen drill. Dia sedang melakukan mixing di bantu dua orang roustabout masing-masing Suhendra dan Hamid Hasyim.
William yang sekali-sekali naik ke menara bor menggantikan Pak Aria Antajuka bila hendak makan. Pak Aria Antajuka dan Pak William adalah dua sosok pria yang sudah tidak terbilang muda. Usianya sudah memasuki kepala lima, namun semangat untuk tetap berkarya di dunia Drilling Rig Offshore tidak pernah kendur.


Kiri, William Waroy dan kanan Aria Antajuka
Foto: Solo Mamma
William Waroy, demikian nama lelaki itu, dia agak pendek tidak seperti perawakan orang Papua pada umumya. Namun kulitnya hitam pekat khas kulit Papua. Usianya tidak terhitung muda, dia kelahiran tahun 1956 di sebuah kota kecil Pulau Yapen namanya Serui. Sekarang sudah menjelma menjadi Ibu Kota Kabupaten Yapen – Waropen.

Sejak masih tinggal di Sorong ia sudah berkarir di dunia drilling rig, sejak tahun 1983 ia memulai kariernya di rig sebagai painter (tukang cat). Painter, kalau boleh dikatakan adalah posisi paling rendah di sebuah rig offshore, namun semua orang yang baru memasuki dunia rig offshore harus menduduki posisi itu sebagai ajang perkenalan atau orientasi pada sebuah drilling rig offshore. Tidak terkecuali para calon Manager Rig harus menjadi tukang cat sebelum melangkah ke posisi berikutnya.

Pria berkulit gelap ini sudah malang melintang di beberapa rig, hampir semua perairan offshore Nusantara sudah dijelajahinya, serta beberapa kota-kota besar luar negeri pernah di rambahnya. Di usianya yang sudah memasuki 53 tahun dia belum berniat untuk pensiun dari dunia perminyakan.
“Saya akan tetap berkiprah di dunia drilling rig, sampai tenaga saya benar-benar tidak kuat lagi untuk bekerja” katanya.

Saat ini pria Papua yang beristerikan perempuan Klaten, Jawa Tengah ini, bertanggung jawab sebagai seorang Juru Pompa Lumpur (Mud Pump Man), merupakan posisi puncak dalam karirnnya setelah bertahun-tahun menjadi Roustabout setelah Painter, kemudian naik menjadi Roughneck (Floor Man) dan Derrick Man.
“Saya lebih suka bekerja di laut dari pada di darat, dengan jadwal yang teratur yaitu empat minggu kerja di laut dan empat minggu isterahat di rumah” katanya. “Kalau bekerja di laut kita tidak perlu mengeluarkan biaya makan karena sudah ditanggung perusahaan demikian juga tidak ada pengeluaran untuk transportasi karena memang transport tidak dibutuhkan, selain itu tidak usah terburu-buru berangkat ke kantor karena takut macet bila bekerja di darat” jelasnya lagi.

Ketika ditanyakan berapa penghasilan sebulan sebagai Pump Man, Ayah tiga orang anak yang sudah beranjak dewasa ini hanya tersenyum dan mengatakan cukuplah buat makan sekeluarga dan membayarkan uang smesteran kuliah anak.

Lain halnya dengan Pak Aria Antajuka pria Sunda berusia 50 tahun ketika ditanyakan, pilih mana bekerja di laut atau di darat. Kalau ada penghasilan yang bisa menyamai penghasilan bekerja di laut yang dapat memberi peluang padanya, maka dia lebih memilih bekerja di darat. Bisa lebih dekat dengan keluarga katanya.

Kang Aria juga sudah berkarir di Rig sejak tahun 1982, sama seperti Pak William dia pun sudah melang melintang di Drilling Rig Offshore. Saat ini berposisi sebagai Derrickman (Juru menara bor) dan kadang-kadang menjadi Pump Man tergantung posisi mana yang tersedia baginya. Posisi keduanya dianggap sebagai Junior Drilling Crew.

Dengan bermodalkan pengalaman bekerja di Rig keduanya sudah sangat menguasai tugas-tugas mereka. Meski mereka sudah berpengalaman namun untuk naik posisi ke level satu tingkat dari posisinya sekarang diperlukan pehaman bahasa Inggris.

No comments: